Minggu, 28 Juni 2009

TATA BAHASA GENERATIF TRANSFORMASI

Sebelum kita mengetahui atau mengenal ilmu tata bahasa generatif-transformasi, kita lebih dahulu mengenal ilmubasaan Yunani-Latin. Ilmu ini berkembang pada akhir abad ke sembilan belas. Teori ini merupakan cikal-bakal lahirnya teori-teori yang baru dalam dunia linguistik. Ciri dari teori ini ialah Menyangka bahwa struktur bahasa alami secara jelas merupakan struktur system mantiki dan menyatakan bahwa bahasa alami mestinya dipelajari melalui sistem yang logis, mempunyai motif untuk menghilangkan keragu-raguan, kesamaran, dan istilah yang tidak tepat, serta tidak memperhatikan fakta-fakta kebasaan didunia ini, sehingga tidak bisa dipakai untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kebasaan pada umumnya. Sedangkan apek yang terkandung yaitu menyuguhkan soal-soal universal kebasaan tanpa melalui pendekatan empiri kebasaan universil

Melihat banyaknya kekurangan pada teori Yunani-Latin, para ahli bahasa banyak yang menyempurnakan teori tersebut, hasil rumusan itu diberi nama teori bahasa strukturalisme atau biasa juga disebut dengan teori taksonomi. Secara konseptual teori ini menggambarkan bahasa secara garis, sebagai suatu kontinum tuturan. Konsep kerja pada teori ini ialah membagi uraian bahasa menjadi tingkatan-tingkatan keilmubasaan yang terpisah-pisah. Walaupun ini merupakan penyempurnaan pada teori sebelumnya, akan tetapi pada teori ini juga terdapat kelemahan yaitu secara garis besar Tidak dapat dipakai menguraikan kalimat bahasa dan menuliskan tatabahasa secara hemat dan sederhana

Noam Chomsky dalam bukunya Syntactic Structure yang terbit tahun 1957 mengemukakan teori tata bahasa generatif transformasi (TGT). Teori tersebut merupakan suatu system hipotesa-hipotesa tentang ciri-ciri umum daripada bahasa manusia yang disajikan sebagai usaha untuk memperhitungkan sederetan fenomena kebasaan tertentu. Syarat yang paling penting pada teori gagasan Noam Chomsky ini adalah dinyatakan unsur bagian tiap kalimat, bagaimana hubungan unsur itu, bagaimana hubungan kalimat satu dengan lain. Dari syarat tersebut ia membagi lagi dalam substansi tingkatan kecukupan, suatu bahasa dikatakan memenuhi tingkatan kecukupan asalkan terdapat kecukupan observasi, kecukupan deskripsi, dan kecukupan eksplanasi.

Selain hal tersebut juga harus ditopang dengan unsur data ilmu bahasa tetaplah bahasa, kriteria uraian keilmubahasaan, komponen TGT Bahasa uraian TGT serta Aspek generatif (pembangkit). Aspek generatif itu mempunyai maksud memberikan uraian struktur kepada tiap kalimat yang dihasilkan untuk menyatakan penguasaan bahasa secara intuitif oleh pembicara bahasa dan untuk menyatakan secara eksplisit urutan gramatikal dan tidak ada urutan tidak gramatikal yang dibangkitkan.

STUDI BAHASA DALAM ABAD XIX

Kemunculan berbagai teori dalam ilmu linguistik mengakibatkan banyaknya variasi aliran linguistik itu sendiri. Dalam kajian ini lebih ditekankan pada abad ke XIX. Para-para ahli bahasa saling berebut dalam pengungkapan argumennya. Nantinya dapat akan terdapat suatu peta konsep baru yang dapat menambah wawasan atau pengetahuan kita mengenai kajian linguistik pada abad ke XIX.

Dalam keluarga bahasa Indo-Eropa terdapat dua tokoh yang sangat berperan di wilayah tersebut. Friederich Von Schlegel mengatakan Tata bahasa komparatif akan memberikan kepada kita informasi yang baru sama sekali tentang asal mua bahasa-bahasa, sama benar seperti cara antonomi komparatif menjelaskan ilmu hewan. Sedangkan August Wilhelm von Schlegel lebih condong dalam menganalisis suti filologi sansekerta.

Di kawasan Jermania terdapat dua bahasa yang sama-sama kuat yaitu Gothia dan Skandinavia. Akhirnya oleh Grimm dicetuskan sebuah teori yang diberi nama Deutch Grammatik. Deutch Grammatik berupa uraian komparatif tentang semua bahasa Jermania, khususnya bentuk-bentuk kuno bahasa itu. Didalamnya dinyatakan, bahasa Gothia memegang peranan. Teori ini terjadi akibat pengaruh pergeseran konsonan.

Kelompok bahasa Slavonia dibagi menjadi 4 bagian Timur :Rusia, Rusia kecil; Selatan : Bulgaria, serbo-kroasia, Slovenia; Barat : Slovakia dan Czech, sorbia, dan Polandia dengan bahasa Kashubia & Slovintia. Dan Polandia. Tokoh-tokoh yang berperan dalam kajian linguistik di wilayah ini ialah Joseph Dobrovsky membangkitkan sastra Bohemia, F. Miklosich lebih cenderung menganalisis tata bahasa komperatif bahasa Slavonia, August Schleicher mentranskrip system fonetik yang ajeg dan August Leksien memberikan uraian yang paling baik tentang bahasa literer Slavonia yang murni. Sedangkan kelompok bahasa Keltia dibagi menjadi 3 bagian yaitu Gaelia, Britonia dan Gaelia. Untuk penemuan ilmiahnya dipelopori Johann Kaspar Zeuss dengan mempelajari dan membandingkan bahasa Britonia kuno dengan bahasa-bahasa Keltia.

Lithuania, Albania dan Armenia merupakan bagian dari kelompok Indo-Eropa yang lain. Friederich Kurschat yang mempelajari aksen bahasa Lithuania. De Sausurre sendiri menjelaskan masalah intonasi dan aksen menunjukkan bahwa ada hubungan bahsa Baltik dan Slovania Keduanya merupakan tokoh yang peduli terhadap wilayah Lithuania. Di Albania terdapat tiga tokoh yang dapat didedikasikan menjadi bapak linguistic di wilayah tersebut, tiga tokoh tersebut yaitu Sami bey Frasheri menciptakan abjad Albania dengan 36 huruf, Schleicher menyimpulkan bahwa bahasa itu termasuk bahasa Indo-Eropa dan Gustav Meyer memisahkan kata asli Albania dari kata pungutan dalam sebuah kamus etimologi. Pada daerah Armenia hanya Henrich Hubschmann yang terkenal melalui pemisahan kata pungutan dari kata asli

Untuk kelompok non Indo-Eropa terdapat beberapa bagian diantaranya sekitar Eropa meliputi Finladia barat, Lap, Mordvinia, Cheremis, Permia, Ugria dan Magyar. Asia (Yakut dan Turki). Afrika, Baska, Dravida, Austro-Asia dan Tibeto-Cina. Dalam masing-masing wilayah terdapat tokoh yang mendeskripsikan teorinya.

Mengapa terdapat pembagian wilayah dalam studi ini? Karena Meillet sebelumnya telah mempunyai pertanda kebimbangan akan kepercayaan mereka pada keajegan yang membuta tentang perubahan bunyi dank arena itu mengalami gangguan dalam kemungkinannya untuk mengadakan rekonstruksi bahasa. Hal ini tidak berhenti disini saja, kegejolakan lain kembali muncul, salah satunya yang terdashyat yaitu gagasan Schmidt yang menolak teori pohon silsilah, ia lebih senang menggunakan teorinya sendiri yang diberi nama teori gelombang. Nama teori gelombang itu sendiri diambilnya karena bahasa dipakai secara berdampingan pada daerah tertentu dan mendapat pengaruh perubahan yang dimulai pada suatu ketika, perubahan itu meluas layaknya gelombang. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembagian wilayah disini untuk lebih mudah dalam suatu pembelajaran dan menguatkan aliran yang dipakai bahasa tersebut.

SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK

Ilmu linguistik dapat dibagi menjadi 2 yaitu linguistik tradisional dan linguistik strukturals. Inguistik tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantic sedangkan linguistic strukturais mengkaji berdasarkan struktur atau cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu.

Linguistic tradisional dibagi menjadi 5 dekade dimana setiap periode tersebut mempunyai perbedaan atau ciri yang khas. Pertama pada abad 5 sebelum masehi hingga abad 2 M terdapat teori linguistic zaman Yunani. Masalah yang sering dibahas yaitu pertentangan antara fisis dan nomos serrta pertentangan antara anomali dengan analogi.

Sesudah zaman Yunani muncul kaum Sophis yang kemudian disusul oleh teori Plato. Kaum Sophis lebih menekankan pengklarifisian bentuk kalimat, ia membagi kalimat menjadi kalimat tanya, perintah, jawab, narasi,laporan, doa dan undangan. Plato merupakan orang yang pertama membedakan kata dalam onoma dan rhema. Aristoteles yang merupakan murid dari Plato tak mau ketinggalan, ia menambah teori dari guruya dengan menambah satu kelas lagi yaitu syndesmci.

Sesudah itu muncul kaum Stoik yang diperkirakan beredar abad 4 SM, dimana mereka lebis spesifik lagi dalam membagi jenis kata dan membedakan kata kerja. Selain keempat periode tersebut masih terdapat satu teori lagi yang dipopolerkan oleh kaum Alexandrian yang menganut paham analogi dalam studi bahasa. Pada linguistic tradisional itu sendiri selain zaman Yunani juga ada zaman pertengahan, zaman Romawi, zaman Renaisans, dan menjelang lahirnya linguistic modern.

Linguistic strukturalis lebih berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat yang dimiliki bahasa itu. Ferdinand de Saussure merupakan Bapak linguistic modern. Ia telah menelaah sinkronik dan diakronik, langue dan parole, significant dan signifie serta hbungan sintagmatik dan paradigmatic. Pada tahun 1926 terdapat aliran Praha yang membedakan fonetik dan fonologi.

Di Denmark lahir sebuah aliran Glosematik yang Analisis bahasa dimulai dari wacana keudian ujaran itu dianalisis atas konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatic dalam rangka forma, substansi, ungkapan, dan isi. Tak mau kalah di London juga mempopulerkan aliran Firthian atau bisa disebut dengan aliran prosodi yaitu suatu cara untuk menentukan arti pada tatanan fonetis.murid dari Firth yang bernama M.A.K Halliday mengembangkan teori gurunya mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.

Pada tahun 1877-1949 oleh Leonard Bloomfield diperkenalkan aliran strukturalis Amerika, strukturalis ini lebih komplek karena dapat dimasukkan ke semua aliran linguistic. Terkhir muncul aliran tagmemik arti tagmem disini ialah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot sebagai sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.

PERKEMBANGAN ILMU BAHASA SESUDAH SEMANTIK GENERATIF

Tata bahasa kasus dikemukakan oleh Charles Fillmore dalam bukunya The case for case. Ia meninjau hubungan sintaktik-semantik antara frasa nomina dengan frasa verba dalam kalimat-kalimat. Fillmore mengungkapkan bahwa bentuk kasus dimaksudkan sebagai ungkapan hubungan kasus dalam bahasa tertentu. Bentuk kasus batin meliputi afik, partikel klitik, pasokan, preposisi dan urutan kata. Sedangkan bentuk yang lain meliputi agentif, instrumental, datif, faktif, lokatif, objek, benefaktif, waktu dan komitatif. Mula-mula ia memaparkan bahwa kalimat merupkan modalitas ditambah proposisi tetapi hal itu disanggah oleh linguis-linguis lain karena hal tersebut hanya dapat diterapkan pada bahasa Inggris saja, sedangkan pada bahasa Indonesia karena modalitas merupakan sistem kala jadu sifatnya mana suka. Kemudian ia menilai teori tata bahasa kasus batin dapat dianggap sebagai sumbangan bagi teori teori tingkatan bahasa, teori hubungan gramatikal, uraian mengenai valensi dan kolokasi, serta teori fungsi-fungsi pemandu- pemandu kalimat. Pada tahun 1970 terdapat seminar bahwa terdapat penyederhanaan pada struktur batin tata bahasa kasus dengan jalan penghilangan modaritas. Pada tahun itu pula Fillmore membuat kaidah sebagai batasan teorinya yaitu 10 mengenai realisasi lahir dan 5 mengenai pemilihan preposisi dan partikel. Kaidah tersebut diantaranya peningkatan subjek, pelepasan koreferensi, dan penyisihan pengalam.

Semantik dan struktur bahasa dianalisis oleh Wallace L. Chafe.ia berpendapat bahwa bahasa tidak dapat hanya bergantung pada penjabaran-penjabaran saja. Kajian linguistik bersifat formasi dan transformasi. Di dalam formasi tersebut semantik. Chafe mengkhususkannya dimana proses formasi ujaran-ujaran bahasa yang apik ditentukan. Chafe memulai penelitiannya dengan mengkatagorikan unsur-unsur dalam bahasa, yang dilihatnya dari susunan klausa dan dia muncul dengan gagasan, bahwa kalimat selalu berkisar pada suatu prediksi yang dapat disertai oleh sebuah nomina atau lebih. Verba yang di dalam bahasa Inggris menjadi inti predikat dibaginya menjadi satuan-satuan semantik Chafe juga menilai bahwa verba merupakan semanik keadaan sedangkan nomina merupakan penderita verba. Verba sebenarnya memiliki sifat tidak sementara sifat ini disebut satuan generik hal ini masuk dalam infleksi. Infleksi verba dinyatakan dengan satuan semantik perfektif, progresif, antisipatif, lampau, inferensial, dan obligasional dengan pemarkahnya lelah dan sudah, sedang dan lagi, akan dan hendak, sudah dan telah, mesti dan harus. Sedangkan untuk nomina infleksinya infleksi, definitif, generik, jamak, agregat, unik, rambang dan lain-lain dengan pemerkahnya ,itu bagi definitif serta para, kaum bagi jamak.

Perkembangan pada tahun 1990-an bahwa terdapat konferensi, dimana dalam konferensi itu diketemukan 12 pendekatan yang sering digunakan.. Hal ini dilakukan bertujuan sebagai pendekatan untuk menganalisis kalimat serta pengaplikasian analisis tersebut.

ILMU BAHASA FUNGSIONAL

Dampak aliran Praha sangat nyata, teori-teori lain bermunculan sebagai reaksi atas suatu konsep yang tersaji. Sebenarnya ilmu bahasa fungsional telah muncul saat aliran Praha, tetapi belum berkembang. Dua tokoh yang mengangkat konsep ini ialah Roman Jakobson dan Andre Martinet. Kita tidak bisa lepas dari kedua tokoh ini dalam pengkajian ilmu bahasa fungsional.

Roman Jakobson yang lahir pada tahun 1896 ia berpendapat bahwa bahasa tidak hanya memasukkan unsur-unsur istemewa tetapi juga memasukkan fungsi aktivitas bahasa. Dosen Universitas Brno ini sangat bertolak belakang dengan sajian dari Buhler yang membagi fungsi bahasa. Buhler mengklarifikasikan fungsi bahasa menjadi 3 yaitu ekspresi, himbauan dan representasi acuan. Untuk memperjelas argumennya Buhler memberikan pengelompokkan tanda bahasa yang juga dibagi menjadi 3 yaitu simpton (gejala dalam hubungannya dengan orang yang memakai tanda itu), sinyal (mempunyai kaitan dengan penerima tanda atau pesan), dan simbol (hubungannya dengan yang ditandai atau diungkapkan). Tidak hanya Buhler yang ia sangkal tokoh linguistik Amerika sesudah Saussure pun ia bantah konsepnya, ia berpendapat bahwa tidak akan ada kajian sinkronik tanpa adanya kajian diakronik.

Jakobson sendiri mengelompokkan faktor bahasa dan fungsi bahasa dalam 6 jenis. Faktor bahasa meliputi pembicara, pendengar, konteks, pesan, hubungan dan kode. Sedangkan fungsi bahasa terdiri dari ekspresif, konatif, denotatif, fatik, metalinguistik, dan juga puitik. Mengenai sinkronik ia berujar, bahwa kajian sinkronik itu sendiri berupa dinamis bukan statis.

Selain hal diatas, Jakobson juga meneliti mengenai Perubahan bunyi dapat bersifat nonfonologis yang dapat menghasilkan defonologisasi, fonologisasi dan refonologisasi. Sumbangan pemikirannya yang lain bagi afasia (penyakit kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata karena suatu penyakit otak, yang ia kelompokkan menjadi dua, yakni similarity disorders dan continguity disorders. Yang terakhir ia mengupas 12 ciri oposisi dwimatra yang dia anut yaitu vokalik lawan non-vokalik, konsonantal lawan non-konsonantal, kompak lawan tersebar, tenseness lawan laxness, bersuara lawan tak bersuara, nasal lawan oral, diskontinuous lawan continuant, nyaring lawan merdu, yang dicek lawan tak dicek, grave lawan akut, flat lawan plain, dan sharp lawan plain

Tokoh yang kedua bernama Andre Martinet, yang lahir tahun 1908. Tiga penemuan yang paling penting ialah pada bidang fonologi, paradigmatik dan sintaksis. Dalam fonologi Martinet memusatkan perhatiannya pada aspek khusus fakta fonetik. Untuk menguatkan ciri khas konsepnya ia menyelami fase deskriptif secara murni di mana fonologisasi dan defonologisasi direkam dan mecoba menjelaskan perubahan menurut prinsip umum. Dalam hal tersebut terdapat dua kriteria yang harus diperhatikan yakni efisiensi dalam komunikasi dan kecenderungan dalam upaya minimum.

Tokoh-tokoh sebelumnya sering memperhatikan sintagmatik tapi lain halnya dengan ia yang lebih memfokuskan masalah paradigmatik karena ada kecenderungan untuk mempertahankan oposisi tertentu. Dan dalam bidang sintaksis Martinet memperjelas mengenai perbedaan monem fungsional dengan pengubah serta pandangannya tentang sintaksis dan juga fungsi merupakan makna sentral. Dapat kita tarik kesimpulan bahwa Martinet mempunyai prinsip linguistik terutama berkenaan dengan fungsi bahasa dan dengan fungsi unsur bahasa daripada berurusan dengan bahasa sebagai system unsur atau sebagai struktur unsur.

ILMU BAHASA STRUKTURAL SESUDAH BLOOMFIELD

Sejak akhir pertengahan pertama abad ke-20, studi bahasa berkembang pesat. Bermacam-macam model analisis bahasa diketengahkan oleh para ahlinya. Yang pertama ilmu bahasa struktural sesudah Bloomfield memiliki ciri penanda antara lain landasan filsafatnya berdasarkan filsafat Behaviorisme dengan pendekatan psikologis. Pandangan kebahasaanya bersistem sentral dan peripheral. Pandangan tentang ilmu bahasa, bahwa ilmu bahasa sebagai ilmu yang bertugas menyediakan prosedur segmentasi dan klarifikasi untuk menggarap data bahasa yang berupa korpus. Sedangkan analisis bahasanya secara konsekuen menerapkan pandangan kebahasaan dan ilmu bahasaan yang dianutnya. Tata bahasanya bersifat deskriptif structural.

Dari pengembangannya sendiri ibs sb memiliki banyak tokoh yang ikut andil didalamnya, antara lain Z. S. Harris dengan String Analisis : menghilangkan kelemahan-kelemahan analisis taksonomis. Adapun Hockett dengan Constructional Grammar : teori ini sebagai pengganti kedua teori yang masih lama. S. M. Lumb dengan Teori Stratifikasi : struktur bahasa adalah struktur yang berstrata lebih dari satu. K.L. Pike memandang bahasa dilihat dari kajian ilmu lain seperti ilmu fisika. Dan M.A.K halliday dengan teori skala dan teori kategori.

Dari Ilmu Bahasa Transformasi sendiri, dikembangkan oleh noam chomsky dengan karekteristik bahasa adalah suatu yang diciptakan oleh kedinamisan organisme (manusia) atau bisa juga dikatakan bahasa adalah kemampuan organisme. Studi sistematis terhadap bahasa yang memperhitungkan aspek kreatif dan distingtif. Sistem kaidah yang menggambarkan “falcute de langage” penutur asli bahasa. Dalam perkembangan ini pun terdapat dua golongan yaitu Extended Theory dan Generatif Semantik.

Perbandingan antara keduanya meliputi kurang berhasilnya dalam menyediakan alat pemerian bahasa yang formal, jelas, lengkap, dan sederhana. Tidak memperhitungkan kaidah-kaidah transformasi. Konsep penanda frasa IBS SB rupanya kurang tepat . IBS SB terlalu banyak menggunakan pengulangan-pengulangan kaidah yang sebenarnya dapat disederhanakan. IBS SB kurang memperhitungkan latar belakang struktur formal yang berupa pengetahuan tentang relasi-relasi gramatikal dalam diri penutur asli bahasa. IBS SB terlalu tenggelam dengan taksonominya. Korpus sebagai titik berangkat analisis kalimat IBS SB tidak akan mampu memberikan deskripsi struktur bahasa seutuhnya. Komponen semantik dalam tingkatan keilmu bahasaan diabaikan oleh IBS SB.

ALIRAN SWISS

Pada tahun 1872 Schmidt meragukan teori-teori yang telah ada, yaitu teori tentang komparatif. Lalu abad ke-20 melalui catatan kuliah sewaktu mengajar di universitas Swiss menegaskan kekeliruan studi bahasa dalam abad XIX. Ini menyimpulkan gagasannya menjadi strukturalisme. Dalam bukunya yang berjudul Cours de Lingustique Generale ia mencoba membatasi studi bahasa pada penyelidikan aspek kesejarahannya, dia menyatakan tiga gagasan umum yaitu : (1) Bahwa studi bahasa yang ilmiah bersifat sinkronik, (2) Bahwa fakta-fakta bahasa itu ada, (3) Bahwa ia ingin menentukan metode-metode untuk mengidentifikasikan dan membicarakan fakta bahasa itu.

Sinkronik merupakan studi yang dilakukan pada suatu waktu tertentu tanpa menghubungkan dengan sejarah. Hal tersebut dapat dikatakan studi sinkronik karena (1) bahasa merupakan kenyataan social, (2) bahasa merupakan system tanda, (3) dapat diperiksa bentuk maknanya pada satu waktu. Prinsip-prinsip yang diperlukan untuk mendekati masalah-masalah yang lebih khusus tentang linguistic statu atau menjelaskan statu bahasa yakni : disangsikan sekali diakronik dapat dipelajari tannpa didahului oleh studi sinkronik, (2) suatu sistem dapat berubah secara tersendiri karna itu timbulnya sistem baru, (3) jika linguistik struktural diakronik diterima, studi sinkronik sendiri tampak dalam dimensi yang berbeda, (4) bahasa terus berubah, walaupun si pemakai mungkin tidak menyadari perubahan seperti yang dialaminya sebagai pemilihan gaya bahasa di antara pemakaian yang terdapat secara sinkronik. Bahasa yg kita pakai adalah sistem sinkronik, walaupun melibatkan pemakaian untaian-untaian unsur-unsur yang dalam ujaran lisan mungkin mengejewantah sepanjang waktu.

Langue ialah bagian sosial bahasa, di luar pemakai perseorangan, yang tidak dapat menciptakan atau mengubahnya. Langue itu sendiri bersifat abstrak. Berdasarkan De Saussure langue merupakan objek yang bersifat kongkrit, tanda-tanda yang sebagai sistem membentuk langue bukanlah abstraksi melainkan barang nyata yang bersemayam di dalam otak dan dapat diwakili secara tuntas. Sedangkan parole Ialah aspek perseorangan bahasa, sebagaimana dimanifestasikan dalam kenyataan psiko-fisiologi dan sosial dari tindak-tandak bahasa secara khusus, parole bersifat konkrit. Menurut G. Tarde dan E. Durkheim langue dipadankan dengan Fait Social (kenyataan sosial) Durkheim (sebagai fenomena psiko-social yang terdapat pada kesadaran kolektif kelompok social, di luar individu yang dibebani kendala, sedang parole Berpadanan dengan unsur perseorangan.

Sistem tanda memiliki dua sifat pokok tanda itu arbiter dan signifiant-nya bersifat linier. Dua hal yang tersangkut dalam kelinieran adalah (1) hubungan unsur-unsur kalimat, urutan-uratannya dalam untaian. (2) untaian atau unsure-unsurnya harus berdimensi satu atau apakah dapat dianalisis sebagai komponen yang simultan. Mengenai hal yang kedua Roman Jacobson berpendapat tidak menampung konsepsi fonem sebagai terdiri atas ciri-ciri pembeda yang terdapat secara simultan. Prinsip sistem tanda harus konkrit, harus dibatasi, mempunyai nilai yang relative dan tidak dapat dipisahkan dari system yang merangkumnya. System tanda tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu signifiant (bentuk) dan signifie (isi=arti).

Asal mulanya teori sintagmatik dan paradigmatik didahului dengan 2 konsep yang muncul, yakni in praesentia (Hubungan sintagmatik dengan mendahului dan mengikuti sebuah kalimat) dan in absentia Hubungan asosiasi dengan unsur yang lain. Semula De Saussure mendiskripsikan sintagmatik & asosiatif, tetapi teori ini berkembang dan konsep diatas berubah menjadi sintagmatik (amanat) & paradigmatik (kode).

ALIRAN PRAHA

Aliran praha pertama-tama dikemukan oleh The Linguistic Circle of Prague. Kelompok ini berdiri pada bulan oktober 1926. Dalam bukunya yang pertama yang berjudul Travaux du Cercie Linguistic de Prague berisi sembilan tesis yang dispesifikasikan menjadi tiga bagian. dalam tesis pertama lebih menekankan pada pengkajian kembali mengenai masalah metodologi, analisis kronik mengenai fakta kontemporer, metode komparatif, dan hukum tata bahasa. Pada tesis yang kedua The Linguistic Circle of Prague membahas sehubungan dengan aspek bunyi dan kata. Jikalau pada tesis yang kedua ia mengupas mengenai system gramatiknya pada tesis yang ketiga The Linguistic Circle of Prague membahas tentang fungsi-fungsi bahasa yang berbeda-beda, sejauh fungsi-fungsi tersebut mengakibatkan perubahan dalam struktur gramatikal dan struktur bunyi.

Nikolai Sergeyevich Trubeckoj yang pernah menjadi rector Universitas Moscow ini berpredikat sebagai anggota aliran Praha yang tidak berasal dari Czechoslovakia. Ia membagi tiga fungsi bahasa menjadi fungsi ekspresif, fungsi appeal, dan fungsi referensi pada keadaan. Untuk kajian fonologi itu sendiri Trubeckoj mendiskripsikan ciri-ciri bunyi menjadi tiga fungsi yakni kulminatif, delimitatif dan distingtif. sedangkan untuk ciri-ciri bunyi yang bersifat membedakan dalam bahasa yg berbeda vocalic qualities, consonantal qualities, dan prosodic qualities.

Untuk fungsi distingtif diperlukan suatu oposisi sebagai pembeda. Trubeckoj mengklasifikasikan oposisi berdasarkan system oposisi itu tersebut menjadi bilateral dan propotional. Kalau dihubungkan dengan kedua bagian oposisi tersebut bias bersifat privative, gradual, dan equipollent. Jikalau didasarkan pada tingkatan kemampuan oposisi-oposisi ini bersifat netralizable dan constant.

Selain Trubeckoj beberapa ahli linguistic lain juga mengungkapkan argumennya. J. Winteler berpendapat dalam studi dialek membedakan dua macam oposisi bunyi, yaitu oposisi yg melibatkan perbedaan gramatikal dan semantik dan opisisi yg tidak melibatkan hal diatas. Tokoh linguis Amerika Saussure membedakan bunyi yang merupakan materi dari signifiant yg bukan untuk mempelajari bunyi parole dan juga bukan untuk mempelajari unsure yg membedakan signifiant dalam langue.

Pada subbab terakhir kita akan membahas fonologi itu sendiri yang sepertinya menjadi kata kunci pada bab ini. Trubeckoj beranggapan fonem merupakan image bunyi umum yang terpendek dalam suatu bahasa, yg dapat dihubungkan dengan gambaran makna dan dapat mebedakan kata-kata. Sedangkan N.P Jakovlev berujar fonem merupakan setiap ciri bunyi yang dapat dipisahkan dari untaian tuturan sebagai elemen yang terpendek yang digunakan untuk membedakan unit-unit makna.

ALIRAN LONDON

Di Eropa ada dua tokoh yang menggagas aliran bahasa London. Kedua tokoh tersebut ialah Malinowski dan J.R. Firth. Malinowski karena memiliki latar belakang di bidang antropologi sehingga setiap dia melakukan terjemahan tentu tak lepas dari faktor kebudayaan yang menjadi nilai estetik yang lebih dalam analisisnya. Menurut dia bahasa merupakan pragmatik dan perangkat lambang benda. Dari terjemahan tersebut juga merumuskan mengenai teori makna dan kata. Teori tersebut mempunyai dasar yaitu konteks situasi dimana arti konteks situasi itu sendiri ialah makna tuturan. Ada beberapa konsepsi dari Malinowski yang sangat penting bagi kemajuan aliran London yaitu pertama, pembagian tugas kalimat dan kata. Kalimat merupakan data bahasa yang dasar sedangkan kata ialah abstraksi sekunder bahasa. Kedua, bahasa sebagai piranti kegiatan sosial dan piranti kerja sama hal tersebut merujuk pada label pamakaian bahasa yang nonreferensial dimana lebih mengarah ke makna yang sebanding dengan pemakaian tetapi berlawanan dengan referensial. Dan konsepsinya yang terakhir mengenai komuni fatik yang menurut beliau keinginan penutur, maksudnya, pengetahuannya menyumbang konteks situasi dan bahasa pustaka tidak sama dengan bahasa sehari-hari.

Tokoh yang kedua ialah J.R. Firth yang lebih condong mengarah pada kajian sintagmatik dan paradigmatik yaitu yang memerikan makna. Dalam kajian fonemik Firth lebih mengarah ke system tulisan suatu bahasa daripada mengenai struktur fonologis bahasa. Konsepsinya berupa pertanyaan tentang realitas melumpuhkan penyelidikan, obyek berupa pemakaian bahasa secara actual, struktur dan semua derivikasinya mengarah ke sintagmatik sedangakan sistem dan semua derivikasinya mengarah ke paradigmatic. Serta tentang konteks situasi yang menurut beliau ialah konstruk sistematik yang diterapkan khususnya untuk peristiwa social yang berulang yang terdiri atas berbagai tataran analisis (fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata dan situasi). Firth memiliki dua analisis yang pertama analisis kontekstual disini ia membagi hubungan dalam teks itu sendiri menjadi sintagmatik dan paradigmatic sedangakan hubungan dalam konteks situasi yaitu teks yang mempunyai arti unsur nonverbal hasil keseluruhan yang sangkil, mangkus dan kreatif serta serpihan teks dan unsur khusus dalam situasi. Dari sini akan terbentuk fungsi fonetik (mayor) dan fungsi leksikal (minor). Selain hal tersebut Firth juga mengupas lebih dalam lagi mengenai konsepsinya diantaranya bunyi mempunyai fungsi jika dilihat dati segi tempat terjadinya dan kontras, leksikal merupakan makna kata dalam lingkup kolokasi, tata bahasa terbagi atas morfologis dan sintaksis yang mengarah ke kologasi, serta situasi yang terbagi atas participant, obyek yang gayut serta efek tindak verbal dimana makna sama dengan pemakaian juga uji kebenaran serpihan bahasa. Analisis satunya yaitu analisis prosodik yang menyamakan tataran fonetik dengan makna serta mendiskripsikan bahwa cirri bunyi lebih dari satu fonematik tunggal atau segmen. Dimana satuan fonematik ialah abstraksi segmental yang mempunyai eksponen dalam substansi bunyi. Sedangkan analisis monosistemik dengan polisistemik mengarah pada fonemik didasarkan pada sistem tunggal bahasa. Dari sini kita temukan bahwa analisis wacana berbeda prosedur fonemik. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan struktural dan sistemik dari satuan bahasa. Serta pendapat dia mengenai kemubasiran bahwa perbedaan bunyi seperti variasi merupakan mubasir.

ALIRAN KOPENHAGEN

Ahli bahasa Skandinavia seperti J.N Madvig, A Noreen, H,G Wiwel, O. Jespersen hingga tokoh yang tertua Rasmus Rask serring menujukkan kekhasan dalam mengembangkan teori kebahasaan di setiap kajiannya. Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok para ahli linguistic yang menamakan dirinya Linguistic of Copenhagen. Tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan Hjelmslev. Kedua tokoh tersebut menganut paham dari Saussure yakni mengembangkan teori linguistik yang begitu formal dan abstrak karena kedalaman pelibatan filsafat.

Hjelslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen, karena beliau telah mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori linguistic dan mengembangkan teori yang disebut glosematik. Selain hal tersebut beberapa pemikirannya juga membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yakni bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg memiliki totalitas dan otonominya sendiri. Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu eksternal yang meliputi unsur non linguistic dan struktur internal itu sendiri. Kedua, ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif. Dan terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat diklasifikasikan lagi.

Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, bahasa memiliki 4 strata yang harus dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjelmslev yakni linguistik berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada “system dalam”, dan teori merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.

Analisis merupakanpemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsure dalam berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses dan system. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa articulation.

Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif caranya dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan totalitasnya.

Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal. Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memeberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.

Aliran Strukturalisme di Amerika

Dalam Linguistik di Amerika mempunyai tiga tokoh yang sangat berperan dalam pengkajian bahasa di benua tersebut. Ketiga tokoh tersebut ialah Franz Boaz, Edward Sapir dan Leonard Bloomfield.

Franz Boaz merupakan seorang linguis yang otodidaktik yang telah menyumbangkan peran pada penelitian bahasa-bahasa Indian Amerika. Boaz meneliti bahasa baik di rumpun Indo-Eropa maupun diluar Indo-Eropa. Di Indo-Eropa membahas mengenai Infleksi penanda sedangkan diluar Indo-Eropa, Boaz mencermati tentang struktur bahasa Indian. Pandangan Boaz setiap bahasa akan memiliki kategori-kategori logis yang merupakan keharusan digunakan pada bahasa tersebut. Ia dalam membahas strutural bahasa ini lebih menitik beratkan pada bidang fonetik. Bahasa menurut Boaz merupakan tuturan artikulasi yang berupa kategori gramatikal, pronomina kata ganti (sendiri atau non sendiri) dan verb (orang, number, tense, mood, dan voice).

Seorang mahasiswa Boas yang bernama Edward Sapir tak kalah dalam menyampaikan argumennya. kajiannya yang terkenal ialah mengenai suatu pemerian bahasa. Selain itu, ia juga mempunyai suatu konsep bahasa yaitu makna bahasa dikaitkan dengan visual, tingkat pemahaman dan rasa hubungan serta kesesuaian bahasa dengan makna. Dari ide yang tertuang dibenaknya, murid dari Boaz ini lalu membagi konsepnya menjadi sub kajian yaitu unsur-unsur tuturan, bunyi bahasa, bentuk bahasa, bahasa-ras-dan kebudayaan. Unsur-unsur turunan berupa hubungan antara bentuk linguistik, proses gramatikal dan konsep gramatikal. Sedangkan bunyi bahasa mengenai pola atau perbedaaan bunyi cocok dalam perbedaan bahasa. Lain halnya dengan bentuk bahasa yang menurut Sapir dapat dibagi menjadi konsep dasar dan metode formal. Sedangkan pendapatnya yang terakhir mengenai corak suatu bahasa ini dia kaji karena sebelum menekuni bidang linguistik ia juga menekuni bidang antropologi.

Linguis ketiga yang mengkaji bahasan ini ialah Leonard Bloomfield. Bloomfield merupakan linguis Amerika yang peling besar peranannya dalam menyebarkan prinsip dan metode strukturalisme Amerika. Salah satu rumusannya digambarkan dengan rumus rangsangan dan tanggapan dengan formula R – t.....r – T maksudnya suatu rangsangan praktis (R) menyebabkan seorang berbicara alih-alih bereaksi secara praktis, ini merupakan penganti bahasa-bahasa (t). Bagi pendengar, hal itu merupakan rangsangan pengganti bahasa (r) yang menyebabkan dia memberi tanggapan praktis (T). Rumus di atas sangat sinkron bila diterapkan dengan teori makna Bloomfield yang membedakan peristiwa bahasa dengan peristiwa praktis dalam sebuah tuturan. Selain teori tersebut Bloomfield juga mencetuskan teori mengenai bentuk bahasa, dari hasil penelitiannya digariskan bahwa bentuk bahasa dibagi menjadi dua bentuk terikat dan bentuk bebas, serta 4 cara penyusunan form yaitu order, modulation, phonetic modification dan selection. Bentuk dapat dibagi dalam beberapa kelas yaitu Sentence type (kalimat Tanya, kalimat berita dan sebagainya), Construction (bisa juga disebut Syntax) dan Substitution (bentuk grammar yang berhubungan dengan penggantian konvensional)

Searching