Jumat, 30 Januari 2009

ANALISIS SAJAK SENJA DI PELABUHAN KECIL KARYA CHAIRIL ANWAR



(a) Diksi
Pilihan kata dalam puisi ini terlihat biasa dan terkesan kata-kata yang digunakan dalam kesehariaannya. Tetapi arti katanya bukan arti yang sebenarnya. Walaupun dengan kata-kata yang biasa tapi Chairil memberikannya sebaagai kata-kata yang mengandung makna konotasi. Seperti kata gudang, rumah tua pada cerita, tiang serta temali, mempercaya mau berpaut kata-kata ini bermakna sebuah kedukaan. Bagi penyair gudang dan rumah tua dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna seperti dirinya yang dianggap tiada berguna lagi. Kata ”mempercaya mau berpaut” itu sebenarnya juga berarti harapan Chairil akan kekasihnya.

Pilihan kata seperti kelam dan muram juga memberi kesan pada makna kesedihan yang dirasakan. Kata menemu bujuk pangkal akanan juaga merupakan harapan penyair. Sedangkan kata tanah dan air yang tidur juga menyatakan suatu kebekuan.

Chairil mampu mengolah pilihan katanya sebaik mungkin walaupun dengan bahasa percakapan tapi mampu menghadirkan makna yang dalam. Hanya ada satu kata yang tidak biasa diucapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu akanan.

(b) Efoni dan Irama
Chairil bukanlah penyair yang selalu terikat pada peratturan sehingga kadang-kadang dia tak pernah memperhatikan bunyi yang ada dalam puisinya. Baginya menulis puisi itu adalah suatu kebebasan. Meskipun demikian dalam puisi ini Chairil tetap memperhatikan bunyi walau tidak terlihat secara mencolok.

Dalam puisi ini memang banyak efek kakafoninya sehingga tidak bisa dikatakan puisi merdu. Banyak bunyi yang mengandung k,p,t,s seperti kali, cinta, di antara, tua, cerita, tiang serta temali, kapal, perahu, mempercaya, berpaut, mempercepat, kelam, kelepak, pangkal, akanan, kini, tanah, tidur, tiada, aku sendiri, semenanjung, pengap, masih, sekali, tiba,sekalian, selamat, pantai, keempat, penghabisan, terdekap, dan bisa. Kata-kata itu menimbulkan efek kakafoni, meskipun terdapat rima, aliterasi dan asonansi. Seperti rima aabbccddefef , aliterasi tidak-bergerak, pengap-harap serta asonansi ini-kal dan, pada-cerita.

Gabungan beberapa unsur bunyi yang terpola tersebut menimbulkan irama yang panjang, lembut dan rendah. Karena irama tersebut menggambarkan kasedihan yang ada pada puisi terbut. Karena irama sajak juga merupakan gambaran akan suasana puisi tersebut.

(c) Bahasa Kiasan
meskipun bahasa dalam puisi ini adalah bahasa percakapan sehari-hari tetapi semuanya adalah bahasa kias. Dalam puisi ini banyak berbagai bahasa kias yang dipakai penyair untuk memperdalam makna yang ada dalam puisinya.

....................................................
di antara gudang, rumah tua pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut
.........................................................
........Ada juga kelepak elang
............................................
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

Dari kata-kata itu terlihat adanya metafora yang memperdalam rasa duka yang dirasakan. Ketidak berdayaan itu dibandingkan Chairil sebagai sebuah gudang, rumah tua, tiang, dsan temali yang tiada berguna. Harapannya kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena mennghempaskan diri di pantai saja. Serta kebekuan hati bagai air dan tanah yang tidur dan tidak bergerak.

Selain itu juga terdapat personifikasi pada rumah tua pada cerita, ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang, dan kini tanah dan air tidur hilang ombak dan sedu penghabisan bisa terdekap. Dari kata-kata itu penyair menghidupkan rumah tua yang seakan mampu becerita, dan menghidupkan juga kelepak elang yang mampu menyinggung perasaan orang yang sedang muram. Hari pun dikatakan penyair seakan berlari dan berenang menjauhi dia sehingga dia tidak bisa memutar balik waktu itu. Dia juga berusaha menidurkan tanar dan air sehingga merasa dalamlah kebekuan hati seseorang yang digambarkan. Semuanya ini menyebabkan hanya sendu yang bisa ia peluk bukan orangnya.

Sinekdok terlihat pada kata tiang yang sebenarnya adalah rumah, kata kapal dan perahu yang berarti pelabuhan. Kalimat dan kini tanah dan air tidur hilang ombak juga merupakan ungkapan yang hiperbola karena melebih-lebihkan kedekuan hati sang gadis itu. Bahasa kiasan tersebut sebenarnya hanya ingin mengungkapkan makna yang lebih mendalam pada pembaca.

(d) Citraan
citran yang ada dalam puisi adalah penglihatan ’imagery. Yang mengisyaratkan bahwa pelabuhan kecil itu merupakan tempat perpisahanya. Seolah-olah puisi ini membawa pembaca dengan inderanya untuk melihat suasana pelabuhan yang kecil dan seakan-akan mati. Dengan khayalan yang sudah tergambar Chairil mencoba lagi membawa pembaca lewat puisinya ke dunianya tersebut agar bisa merasahan kesedihan yang dia rasakan.

citraan penglihatan tersebut terlihat dari
diantara gudang, rumah tua pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut

Kalimat tersebut mengajak pembaca mendalami kesunyian yang ada dalam pelabuhan itu dengan melihat keadaan pelabuhan. Dan hal itu sesungguhnya gambaran dari kesunyian sang penyair juga.

(e) Pemikiran dalam Sajak
sajak ini merupakan luapan hati penyair yang sedih setelah ditinggal kekasihnya Sri Ayati menikah dengan seorang perwira. Hal ini merupakan pukulan bagi Chairil karena kekasih yang sangat disayanginya harus menikah dengan orang lain.

Kesediahan ini mungkin dirasakan Chairil terlalu mendalam sehingga semua yang ada disekitarnya dirasakan sunyi , kareena larut dalam kesunyian hatinya. Sehingga kedukaan karena cinta tersebut dibuat penyair dengan sangat plastis. Sehingga seakan-akan semua harapan dan keinginan itu hanya malah membuatnya sakit. Karena harapan untuk menjalin cinta dengan Sri Ayati itu akhirnya kandas juga. Sehingga keseluruhan cerita ini merupakan luapan kesedihan penyair.

Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi dalam puisi ini dia merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankolis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil dalam memikirkan nasib yang benar-benar sudah tak bisa lagi dirubah. Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.

ANALISIS SAJAK O KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

(a) Diksi
Dalam puisi O ini Sutardji memilih kata-kata yang yang tepat. Seperti apa yang dia katakan bahwa kata itu adalah pengertian itu sendiri tidak harus bermakna lain. Sehingga dalam puisinya ini hanya ada makna denotasi.

Dalam puisi ini kata-kata yang digunakan Sutardji adalah akata-kata yang bisa digunakan dalam bahasa sehari-hari. Tetapi ada kata yang berasal dari bahasa daerah antara yaitu bahasa Jawa, terlihat pada kata ”bolong” yang berarti berlubang. Yakni suatu kekosongan.

(b) Efoni dan Irama
Dalam puisi ini hanya sedikit kata yang menimbulkan efek efoni antara lain waswas....,duhairindu, duhaingilu, duhaisangsai, orindu, obolong, dan orisau. Sehingga puisi tersebut tidak terlihat kemerduannya.

Walaupun banyak terdapat asonansi seperti
Dukaku dukakau dukarisau
Resahku resahkau resahrisau resahbalau
Raguku ragukau raguguru ragutahu
Mauku maukau mautahu mausampai.......maugapai
Siasiaku siasiakau.....siasiabalau siasiarisau
Waswasku waswaskau
Duhaiku duhaikau duhairindu duhai ngilu

Asonansi yang ada tersebut tetap saja menimbulkan efek kakafoni. Kareana kesan bunyi indahnya seperti bunyi dalam mantra jadi terkesan biasa dan tidak merdu. Begitu juga pada iramanya paduan bunyi itu hanya membuat irama yang datar-datar saja sehingga tak ada luapan-luapan emosi yang bisa mempengaruhi irama.

(c) Bahasa kiasan
bahasa kiasan yang ditampilkan adalah repetisi, yakni pengulangan kata guna menekankan arti pada kata itu. Seperti tekanan pada kata ”duka” yang diulang sampai lima kali terlihat kalau sang penyair sedang mengalami duka entah duka pada dirinya, pada kau atau mungkin kekasihnya, dukau pada temannya ataupun duka seekor kucing.

Begitu juga penekanan pada kata resah, ragu, mau, sia-sia, waswas, duhai, dan o adalah sebuah tekanan yang memberi makna lebih pada duka, keresahan yang akhirnya menimbulkan ragu dan juga keingintahuan walaupun itu hanya sia-sia dan membuat waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya.

(d) Citraan
Dalam puisi O ini terdapat beberapa pencitraan antara lain, gerak, pedengaran, perasa dan penglihatan. Gerak terlihat dari kata”maugapai” karena seakan kita bergerak untuk menggapai harapan itu. Pendengaran terlihat dari kata ”dukangiau” karena kata ngiau disitu adalah suara hewan yakni kucing sebagai suatu bahan perbandingan. Indera perasa juga terasa dilibatkan dalam kata ”duhaingilu” sehingga pembaca seakan ikut merasa ngilu dengan membaca puisi tersebut. Selain itu juga ada pencitraan penglihatan pada kata ”okosong” dan ”obolong” karena kosong dan bolong itu hanya bisa diketahui dangan melihat suasana.

Semuanya merupakan pencintran yang bertujuan membawa pembaca dengan segenap inderanya sehingga bisa merasakan sakit dan kehampaan yang ada dalam puisi tersebut. Dengan melibatkan indewra bisa dirasakan dengan seluruh imajinasinya apa yang ada dalam puisi tersebut.

(e) Pemikiran dalam Sajak
kata-kata yang seakan berupa mantra itu merupakan ekspresi dari doa. Penyair merasa duka, resah dan ragu yang mendalam. Perasaan inilah yang membuat penyair berkeinginan untuk mencapainya walaupun semuanya harus sia-sia.

Semuanya hanya tinggal perasaan waswas dan kehampaan. Kehampaan yang dirasakan itu dilambangkan dengan kata bolong dan kosaong yang seakan-akan seperti huruf O. Jadi sebenarnya huruf O adalah penggambaran dari perasaan hampa dan kosong sang penyair.

Selain itu kata-katanya yang seperti mantra seakan-akan menyiratkan bahwa puisi itu adalah doa. Hingga puisi itu merupakan hakikat dari Tuhan dan dosa. Tentang bagaimana manusia merasa berdosa dengan segala keresahan dan kesedihan sehingga semuanya hanya bisa dikembalikan pada Tuhan.

Sajak ini menggambarkan suasana optimis pada penyair. Suasana optimis ini berubah menjadi absurd, karena walaupun sudak merasa tidak mungkin tetapi masih ada usaha untuk mengapai semua itu. Dengan keyakinan semuanya akan bisa tercapai walaupun itu juga tak mungkin.
Sajak ini kata-katanya dikuai oleh emosi dan rasioyang tak menentu sehingga menjadi sebuah misteri. Karena semuanya seakan hanya sebuah misteri yang seakan-akan semuanya itu sulit untuk dipahamidan terlihat tidak komunikatif.

ANALISIS SAJAK BERDIRI AKU KARYA AMIR HAMZAH

(a) Diksi
dalam puisi Amir Hamzah dia selalu membuat pilihan kata yang penuh konotasi. Selain itu Amir Hamsering menggunakan kata-kata yang arkaik, sehingga pembaca akan merasa bernostalgia dengan kata-kata yang di tulisnya. Kata kata seperti, senyap, mengurai, mengempas, berayun-ayun dan sayap tergulung identik dengan kesunyian. Kata-kata tersebut membentuk makna kasendirian yang inigin digambarkan pengarang.

Kata ”maha sempurna” dalam akhir bait juga merupakan arti konotasi dari tuhan yang maha sempurna. Kata ”menyecap” memiliki arti impian yang ingin dirasakan. Permainan kata-kata yang digunakan yang ditulis memang sebuah misteri untuk menyembunyikan ide pengarang.

Kemisteriusan ini ditambah dengan pilihan kata arkaik seperti, ”marak” dan ”leka”. ”marak” itu berarti cahaya sedangkan ”leka” berarti lengah atau lalai. Walaupun kata-kata itu sudah tidak digunakan lagi dalam percakapan sehari-hari, mungkin saja kata-kata tersebut masih ada dalam percakapan sehari-hari sewaktu Amir menulis sajaknya. Selain itu dia juga menulis kata-kata yang merupakan bahasa daerah yakni ”alas” yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti hutan. Meskipun kata-kata yang digunakan Amir ini tidak dikenali lagi, bagi Amir kata-kata itu seperti sangat puitis dan representatif untuk menyampaikan gagasannya.

(b) Efoni dan Irama
suasana kesedihan yang ditampilkan oleh pengarang memperlihatkan efek efoni dan irama dalam puisi tersebut. Irama dan efek efoni itu membuat puisi itu lebih merdu seandainya dibaca. Walaupun banyak kata-kata yang menimbulkan kakafoni seperti aku, senja, senyap, menepis, bakau, datang, terkembang, teluk, sunyi, di atas, leka, sayap, merasa, sempurna, sentosa, tertentu, dan tuju. Walaupun kata-kata tersebut memberi kesan tidak merdu tetapi penggunan rima yang mantak dalam puisi tersebut membuat sajak menimbulkan kesan menyenangkan. Seperti bunyi bumi-sunyi, emas-alas, ujung-tergulung, corak-arak, sempurna-sentosa, kalbu-tuju mrupakan rima yang membuat sajak itu akhirnya memiliki efek efoni.

Selain itu aliterasi seperti berjulang-datang, menepuk teluk, mengempas emas, di atas alas, naik marak menyerak corak serta asonansi seperti dalam rupa maha sempurna, rindu-sedu mengharu kalbu, merasa sentosa, bertentu tuju. Huruf-huruf yang sama tersebut dapat menimbulkan kesan efoni walaupun banyak katayang berbunyi tidak merdu dengan adanya bunyi k,p,t dan s.

Selain timbul efek efoni unsur bunyi yangb berpola tersebut menimbulkan irama dalam sajak. Persamaan bunyi pada puisi ini akan menyebabkan terdengar adanya pergantian bunyi pendek, lembut dan rendah. Karena suasana kasunyian yang dituliskan penyair tak mungkin memberi irama yang tinggi dan cepat tetapi irama yang rendah atau lambat.

(c) Bahasa Kiasan
seperti halnya puisi lama pemilihan bahasa kiasan memang sangat diperlukan untuk memperindah kata-katanya sehingga makna yang diberikan bisa lebih kaya dan mendalam. Dalam puisi ”Berdiri Aku”yang menojol adalah adanya personifikasi seperti:

Melayah bakau mengurai puncak
....................................................
angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
............................................
Naik marak menyerak corak
..........................................

Dalam puisi tersebut Amir Hamzah menghidupkan ombak dan angin yang bertujuan ingin menambah rasa kesunyian dan kesendirian penyair. Seperti halnya dengan mengagumi ombak yang menerpa pohon-pohon bakau serta desir angin yang mengempakkan semuanya terlihat kalau penyair benar-benar merasa sepi dan hanya mampu melihat pemandangan sekitarnya saja.

Selain personifikasi yang dominan ada juga gaya metafora yang terlihat dari kalimat benang raja mencelup ujung dan dalam rupa maha sempurna. Penyair membandingkan apa yang dilihat dan dialami dengan kata ”benang raja” dan ”maha sempurna.

Hiperbola juga nampak dalam kalimat Rindu-sedu mengharu kalbu yang menggambarkan kesedihan dan rindu yang benar-benar mendalam. Gaya bahasa yang digunakan membuat makna puisi itu lebih mendalam dan lebih padat.

(d) Citraan
sajak Berdiri aku ini menimbulkan imaji penglihatan ”visual imagery”, seolah-olah kita milihat suasana pantai yang indah. Keindahan terlihat dari

Camar melayang manepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
.....................................................
Benang raja mencelup ujung
............................................
Elang leka sayap tergulung
Dari kalimat tersebut kita disuruh melihat keindahan pantai pada sore hari yang digambarkan perngarang lewat kata-katanya. Dengan bermainnya khayal visual kita, kita akan mampu membayangkan keindahan pantai pada waktu sore yang sunyi sehingga kesedihan akan semakin terasa mencekam. Sesunyian ini ditambah lagi dengan imaji perasa yang terlihat pada bait kedua

Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas

Dalam kalimat pertama imaji kita akan merasakan kesejukan dengan kata-kata tersebuit teatapi sayang angin itulah yang menghempaskan harapan dan membawa lari sehingga yang terasa hanyalah sunyi yang semakin dalam. Dengan berbagai citraan yang mampu ditampilkan penyair ini pembaca akan ikut merasakan apa yang di tulis oleh penyair dengan inderanya sendiri.

(e) Pemikiran dalam Sajak
Sajak ”Berdiri Aku” ini merupakan ekspresi kesedihan yang ditampilkan penyair dengan suasana sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengan kekasihnya dan dia harus pulang ke Medan dan menikah dengan putri pamannya. Perasaan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai di sore hari. Dengan demikian penyair hanya mampu melihat keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan harapan telah hilang.

Kesedihan yang mendalam ini juga wujud perasaan galau penyair yang digambarkan dengan perasaannya yang dipermainkan ombak dan angin. Sehingga hanya merenungi hiduplah yang mampu dilakukannya.

Sebagai orang yang memiliki agama yang kuat dalam setiap akhirnya dia hanya bisa menyerahkan semua yang dia alami ini kepada Tuhan. Dengan merenungi hidupnya selama ini Amir berusaha untuk mengembalikan kepada Tuhan yang memberikan kepastian dalam hidupnya. Seperti yang tergambar dalam Rindu sendu mengharu kalbu / ingin datang merasa sentosa / menyerap hidup tertentu tuju.

Dalam sajak ini tergambar suasana pesimis penyair dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya. Suasana pesimis ini menjadikannya menjadi melankolis. Karena dari kebanyakan sajak adalah sebuah ratapan akan hidupnya dan kesedihannya dalam memikirkan nasib hidup yang baginya sudah benar-benar hancur.

Dengan sajak ini Amir Hamzah ingin menyampaikan ide dan pemikirannya melalui puisi yang dia tulis. Dia menginginkan apapun yang terjadi dalam hidup kita ini harus mernyerahkan terhadap Tuhan karena hanya dialah yang mampu memberi kepastian dalam kahidupan ini.

ANALISIS SEMIOTIK

Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan , yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti.

Dalam lapangan semiotik, yang penting yaitu lapangan sistem tanda, adalah pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda pokok yaitu ikon, indeks dan simbol. Hubungan antara ketiga tanda ini bersifat arbitrer berdasarkan konvensi masyarakat. Sebuah sistem tanda yang menggunakan lambang adalah bahasa.

Karya sastra merupakan sistem tanda yang berdasarkan konvensi sastra. Karena sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua. Dalam sastra konvensi bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra.dalam karya sastra kata-kata ditentukan oleh konvensi sastra, sehingga timbul arti baru yaitu arti sastra. Jadi arti sastra itu merupakan arti dari arti, untuk membedakan arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertamadsisebut meaning dan arti sastra disebut makna (significance).

Makna sajak bukan semata-mata arti bahasanya, melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan, daya liris, pengertian yang timbul oleh konvensi sastra, misalnya tipografi, enjabement, sajak, barik sajak, ulangan, dan lainnya lagi.

Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensisastra yang bersangkutan. Memberi makna sajak berarti mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya makna sajak, maka menganalisis sajak itu tidak lain adalah memburu tanda-tanda, dikemukakan oleh Culler dalam The Pursuit of Sign (1981).

Studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda dan karena itu menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti (Preminger, 1974: 981). Maka dalam menganalisis sajak terutama dicari tanda-tanda yang lain yang merupakan konvensi tambahan dalam puisi.

ANALISIS STRUKTURAL

 Sajak (karya sastra) merupakan sebuah struktur. Sehingga karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnyaterjadi hubungan yang timbal balik dan saling menentukan. Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi dan ide pengaturan diri sendiri (Hawkes, 1978: 16). Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasan tranformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur transformasional, dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya. Setiap unsur mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan dalam struktur itu. Setiap unsur mempunyai fungsi berdasarkan letaknya.

Menurut pikiran strukturalisme, dunia karya sastra merupakan susunan hubungan daripada benda-benda. Sebuah struktur dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling hubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur karya sebagai bagian dari struktur tidak mempunyai makna sendiri. Makna ditentukan oleh hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dangan keseluruhan (Hawkes, 1978: 17-18).
 
Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.

Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Untuk memahami, karya harus dianalisis (Hill, 1966: 6). Dalam analisis itu, karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami.

T.S. Eliot (via Sansom, 1960: 155) mengemukakan bahwa bila kritikus terlalu memecah-mecah sajak dan tidak mengambil sikap yang dimaksudkan penyairnya, maka kritikus cenderung mengosongkan arti sajak. Antara unsur-unsur struktur sajak itu ada koherensi atau pertautan erat, unsur-unsur itu tidak otonam, melainkan merupakan bagian dari situasi yang rumit dan hubungannya dengan bagian lain, unsur-unsur itu mendapatkan artinya (Culler, 1977:170-1). Jadi, untuk memahami sajak haruslah diperhatikan jalinan atau pertautan unsur-unsurnya sebagai bagian dari keseluruhan.

AKU, KAMU

Aku berkata…
Tak punya peduli atas apa di dalam kepalamu..
Seberapa jauh jarak di depanku..menjauhkanku..
Atau jalan hidup apa yang harus terlampaui antara aku, kamu..
Terpisah disana kamu raja dihatiku…
Takkan mampu seorangpun melengserkanmu..
Syukurku tak terhenti..
Terijin bersapa denganmu..
Terijin merindukanmu..
Syukurku tak terbatas..
Terijin dikasihinya..
Terijin dipeluknya..
Tersadar aku..
Sempurna takkan pernah datang tanpa dirimu..
Sirnakan ragu..
Sehela nafasku, terhirup atas namamu..
Aku mencintaimu…

TERSEBUTLAH ENGKAU SEBAGAI KUPU-KUPU

Merasakah engkau terbenam dalam sebuah telaga yang tak bermuara… pernahkah??
Berdirikah engkau di persimpangan jalan yang tak pernah berujung…pernahkah??
Merasakah engkau berada dalam hidup seekor kecil tersebut sebagai kupu-kupu??
Satu, dua, tiga bibit keputusasaan….

Bohongkah engkau pada nurani yang telah lama diam menyepi…pernahkah??
Tertipukah engkau pada dendang gagak yang sunyi…pernahkah??
Merasakah engkau berada dalam hidup seekor kecil tersebut sebagai kupu-kupu??
Satu, dua, tiga bibit kebinasaan…

Terpakukah engkau tak bernada…
Terhanyutkah engkau tak berdaya..

Menyelamlah…
Berjalanlah…
Bicaralah…
Tertawalah…

PERANAN BAHASA KIAS MEMPENGARUHI IMAJINASI PEMBACA DAN PENDENGAR

LAGU MURNI

Sunyi pun menyeru dalam dalam geliat rindhu
Kita di sini, menating kesementaraan waktu
Hari-hari pun luruh, menimbun tanah usia
Kian tenggelam: sunyi ini terus menyeru

Tinggal tulang, tinggal napas yang bimbang
Berbaring sepanjang perjalanan: usia yang membaringkan kita
Di sini, menandu nisan berpahatkan firman

Bertuliskan rindu dendam, keabadian kenang

Kita di sini, kekasih, berbeban cinta
Masih juga sunyi, dan rinai suara dari tangis
Semesta
Kita lecut kuda paling putih: iman dan nyala api kasih

Karya sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni yang menggunakan bahasa sebagai wahana penuturnya, juga lazim menggunakan bahasa kias sebagai salah satu bentuk ungkapan dalam pemaparannya. Namun bahasa kias dalam karya sastra ini berbeda dengan penggunaan bahasa kias yang sering kita pergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih dalam bentuk puisi merupakan bahasa kias yang bersifat lebih personal.

Bahasa kias dalam puisi juga memilki peranan yang sangat penting. Tanpa adanya bahasa kias puisi akan menjadi monoton layaknya suatu karangan cerita. Di mana maksud dari isinya mudah untuk dipahami. Namun berbeda dengan penggunaan bahasa kias, kita akan bisa membandingkannya dengan kenyataan yang ada, sehingga kita menjadi lebih berpikir dan juga menghayatinya dalam menangkap makna dari suatu puisi.Dan ketika mengetahui makna dari isi puisi tersebut kita pun juga ikut bisa merasakan akan sesuatu yang digambarkan. Karena dalam pembentukan persepsi seseorang juga menghadirkan gambaran sesuatu secara bermakna.

Bisa dicontohkan, ketika seseorang mengamati laut. Dalam imajinasinya bisa muncul suatu gambaran bahwa laut itu sangat luas tak terbatas. Serta memiliki kedalaman yang keseluruhannya tidak bisa dipahami dengan mudah. Selain itu laut kadang-kadang juga memberikan inspirasi, tantangan, dan juga harapan kepada kita.

Bila dibandingkan dengan bentuk pengalaman yang lain, pembayangan tersebut bisa dirasakan akrab dengan bentuk pembayangan fakta dalam kehidupan. Karena sebenarnya kehidupan juga dapat dibayangkan sebagai sesuatu yang luas tak terbatas, menyimpan banyak misteri, tantangan, dan impian. Oleh sebab itu hubungan antara bahasa kias dalam karya sastra dengan bahasa kias yang sering kita gunakan dalam komunikasi sehari-hari tidaklah jauh berbeda, bahkan sebenarnya masih ada suatu maksud yang saling berhubungan.

Bahasa kias memang sangat berpengaruh pada kapasitas suatu puisi. Dengan bahasa kias, kita tidak hanya membaca namun kita juga bisa menjadi ikut larut ke dalam sesuatu yang digambarkan pada makna puisi tersebut. Namun apabila kita tidak mengerti tentang bahasa kias digunakan, justru itu yang membuat kita tidak bisa memahami isi puisi tersebt dengan baik. Sebab itu pengalaman dan pengetahuan seseorang juga menentukan kompleksitas persepsi, penghubungan butir persepsi yang satu dengan butir yang lainnya.

Pada puisi diatas, jelas dihasilkan berdasarkan hasil pembentukan persepsi penyair pada suatu gambaran kesunyian dalam kematian. Pada bait “sunyi pun menyeru pada geliat rindu/kita di sini, menating kesementaraan waktu/hari-hari pun luruh, menimbun tanah usia/kian tenggelam: sunyi ini terus menyeru”. Meskipun demikian larik-larik puisi di atas tidak ternyatakan dalam bentuk yang logis, namun masih bisa ditarik sedikit kesimpulan bahwa apabila kita sudah di alam kubur, kita tidak akan pernah bisa mendapatkan kesenangan layaknya masih hidup di dunia. Kita menyesali apa yang telah kita perbuat pun juga percuma. Semua kesenangan, kesedihan, kerinduan, dendam kini hanya tinggal kenangan saja, dan hanya kesunyianlah yang kita dapatkan.

Kemudian pada bait “tinggal tulang, tinggal napas yang bimbang/berbaring sepanjang perjalanan, sunyi yang panjang. Ketika seseorang memahami kata kias dalam larik di atas secara tidak langsung pasti muncul suatu gambaran yang tiada kehidupan. Di mana hanya tinggal tulang dan hanya ada napas yang selalu bimbang. Kata “berbaring” menegaskan bahwa tubuh itu hanya bisa diam terbaring sepanjang perjalanan.”Sepanjang perjalanan” di sini maksudnya adalah selama penantian di alam kubur, di mana hanya terdapat kesunyian yang tiada habisnya.

Selanjutnya “sepanjang padang perburuan: usia yang membaringkan kita”. Maksudnya di sini selama kita hidup di dunia ini hanya usialah yang menghentikan perjalanan hidup kita. Usia yang semakin tua semakin membuat jiwa dan raga kita semakin rapuhdan akhirnya meninggal.

Selain itu “kita lecut kuda paling putih: iman dan nyala api kasih”. Menggambarkan bahwa sesuatu hal yang paling ampuh, yang bisa mengentaskan kita dari penderitaan panjang itu hanyalah iman dan amal kebaikan kita selama hidup di dunia. Di sini ditegaskan pada kata “kuda paling puith” memberikan makna yang sangat mendalam yakni sesuatu hal bisa mengantar kita dengan cepat kepada suatu kebaikan, kepada suatu kebahagiaan, dan melepaskan dari lembah kenistaan.

TOPIK WACANA PERCAKAPAN

1) Pengertian topik
 Topic merupakan salah satu unsure yang penting dalam wacana percakapan. Menurut Howe opik itu merupakan syarat erbebtuknya wacana percakapan.
Contoh : A = “Selamat pagi!”
B = “Selamat pagi!”
Contoh diatas bukan merupakn wacana percakapan karena keduanya merupakan awal terjadinya percakapan.

 Istilah topic wacana (selanjutnya disebut topic) sering dikacaukan dengan konsep topik dalam tata kalimat. Pada pembahasan ini, keduanya dibedakan secara tegas, dalam tata kalimat topik mempunyai kaitan dengan struktur kalimat secara fungsional. Bahkan topic merupakan suatu deskripsi struktur kalimat. Selain itu dalam konteks wacana topik merupakan suatu ide atau hal yang dibicarakan dan dikembangkan sehingga membentuk sebuah wacana.

 Menurut Brow dan Yule, untuk menganalisis topik wacana diperlukan setidak-tidaknya satu penggal wacana. Di dalam peristiwa percakapan itu, peserta berusaha mengembangkan topiknya masing-masing. Contohnya :
(Nina, 3;3 dan Rama, 2;3 sedang belajar menggambar)
Nina : “Dik Lama (RAMA) nggak punya mobin (MOBIL) ya!”
Rama : “Punya, punya sepeda moton (MOTOR) (sambil tertawa)”
Rama : “Ini (sambil menunjukkan gambar) punyaku bagus.”
Pada contoh di atas tampak bahwa kedua peserta percakapan itu mepunyai topic yang berbeda. Keduanya terlibat dalm suatu peristiwa percakapan, tetapi keduanya mempunyai toik yang berbeda. Pada penggalan perckapan di atas, topik yang dibicarakan oleh pembicara pertama adalah mobil sedangkan pembicara kedua membicarakan sepeda motor. Dengan demikian, jelas bahwa topik yang dibicarakan dalam percakapan dapat lebih dari satu topk mekipun dalam sebuah peristiwa percakapan.

 Menurut Richards da Schmidt, pemilihan topik yang dibicarakan dalam sebuah percakapan lebih lanjut mempunyai kaitan erat dengan koherensi wacana. Topik yang sesuai dengan topik sebelumnya merupakan salah satu upaya untuk menciptakan koherensi wacana.

 Topic berbeda dengan judul dan tema. Judul mengacu pada suatu nama atau identitas sebuah wacana. Judul sebuah wacana kadang-kadang tidak mencerminkan isi yang terkandung dalam wacana tersebut.

 Topic dapat menjadi bagian dari tema dan juga bagian dari judul, namun perbedaan tema dan topik tidak dapat dijelskan secara tegas. Keduanya dapat berimpitan dan tidak mempunyai batas.

(2) Topik wacana percakapan
 Pemilihan topic yang dikembangkan dalam percakapan dalam dipengaruh oleh norma / budaya yang berlaku dalam masyarakat. Selain ditentukan oleh norma / budaya, topic percakapan yng dipilih juga ditentukan oleh faktor situasional. Situasi yang terjadi di sekitar terjadinya percakapan itu mempunyai peranan penting dalam pemilihan topic. Oleh karena itu, seorang analis harus memperhatikan hal-hal disekitar peristiwa percakapan (konteks) dan koteks (Brown dan Yule).

 Berdasarkan acuan yang dirujuknya, topic percakapan dibedakan atas :
a) Topic lama dan baru
• Dalam percakapan para penutur biasanya memperhatikan masalah urutan lama-baru tersebut. Informasi atau topik yang telah dibicarakan merupakan topik yang dikeompokkan sebagai lama.
• Dalam percakapan sehari-hari, berdasarkan penelitian Keenan dan Schieffelin, pendengar menuntut agar pembicara dalam percakapan menggunakan pola urtan topik lama-baru. Hal itu sangat penting untuk mebentuk praduga (presupposition).
• Untuk mengetahui apakah pendengar telah memahami atau belum, pembicara dapat mengetahuinya dengan berbagai macam cara, misalnya dengan melihat tanggapan pendengar (contohnya sebagai tanda belum dapat memahami pendengar mengucapkan uh, tidak, atau menggeleng kepala). Biasanya untuk memancing tanggapan yang positif dari pendengar, sebelum memulai percakapan, seorang pembicara dapat menggunakan pertanyaan sebagai penunda pancingan, seperti pertanyaan : “Apakah kau ingat?” dan sebagainya (Keenan dan Schieffelin).

b) Topic nyata
Merupakan topik yang referensinya seperti yang dirujuk dengan kata-kata yang digunakan dalam ujaran. Topik nyata itu seperti contoh berikut ini :
Ayah : “Bapak pergi dulu.”
Anak : “Rani suka dipangku.”
Ayah : “Sebentar saja. Bapak segera pulang.”
Anak : “Sekarang musim gelang yang ada namanya.”
Ayah : “Biar Bapak yang beli.”
Anak : “Rani bisa nulis Pak.”
Ayah : “Bagus, tapi bapak saja yang beli.”
Pada contoh di atas merupakan pertukaran yang membicarakan topik yang dibicarakan adalah gelang yang ada namanya.

 Berdasarkn referensi, topic nyata itu dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1) Topik yang referensinya ditunjuk
Topic ini membicarakan tentang hal-hal yang ditunjuk dan merupakan bahan atau topik pembicaraan yan menarik. Contoh :
Konteks : Guru TK yang menunjukkan gambar pemandangan alam
kepada siswanya.
Guru : “Ini gambar apa, anak-anak?”
Siswa : “Pohon!”
Guru : “Siapa yang membuat?”
Siswa : “Gusti Allah.”
Topik yang dibicarakan pada penggalan percakapan di atas adalah gambar pohon. Topic itu referensinya berupa barang / hal yang ditunjuk dengan jari.

2) Topik yang referensinya dipegang
Pada saat melakukan percakapan, hal-hal yang dipegang sering diangkat menjadi pokok pembicaraan dalam percakapan. Contohnya :
Al : “Pak Al mengantar suarat dulu, ya?”
El : “Ke mana pak?”
Al : “Ke Pusat, ke FS, terus ke Fakultas lain.”
El : “Sekarang?”
Al : “Sekarang ke Pusat dulu terus kembali lagi.”
Pada percakapan itu topiknya adalah surat yang akan diantarkan oleh pak Al. dengan demikian, topic yang mereka percakapan mempunyai referensi yang dipegang.

3) Topik yang referensinya dilihat, tetapi tidak ditunjuk dan tidak dipegang benda-benda yang dilihat sering diangkat menjadi pokok pembicaraan. Hal-hal yang dilihat pada umumnya dapat menarik untuk dipercakapkan. Contohnya :
Konteks : Seseorang menawarkan barang baru kepada temannya.
Duta : “Ada antioksidan jenis baru yang efektif, Pak Fahri.”
Fahri : “Kita mungkin nggak bisa bayar, lagi krisis.”
Duta : “Lah, soal bayarkan bisa dirunding.”
Fahri : “Tidak begitu, lah wong RS ini nggak punya duit.”
Referensi topik yang dibicarakan pada contoh di atas adalah antioksidan jenis baru yang diketahui oleh Duta yang coba ditawarkan kepada Fahri.

4) Topik yang referensinya didengar
Hal-hal yang didengar juga erupakan bahan pokok pembicaraan yang menarik. Contoh :
Konteks : Mendengar bunyi tokek pada malam hari waktu menjelang tidur.
Anak : “Itu suara apa, Bu?”
Ibu : “Itu tokek. Cept tidur!”
Anak : “Nggigit nggak, Bu?”
Ibu : “Ndak.”
Topik yang dibicarakan adalah tokek yang suaranya terdengar dari dalam kamar. Topic itu muncul karena suara tokek tersebut terdengar oleh mereka. Dengan demikian, topic yang dibicarakan itu bermula dari suara tokek yang didengar.

5) Topic yang referensinya berupa kegiatan atau tindakan.
Kegiatan yang hendak, sedang, dan telah dilakukan dapat diangkat menjadi topic pembicaraan. Contohnya :
Konteks : Maria dan Aisya memetik gitar.
Maria : ”Kamu saja yang nyanyi!”
Aisya : (menyanyi Ayat-ayat Cinta) “Sudah, kamu, ayo nyanyi.”
Maria : “Emoh.”
Pada contoh di atas merupakan topik yang berupa tindakan yaitu menyanyi.

 Pada penjalasan di atas merupakan referensi yang nyata. Selain itu juga dibedakan referensi atau topik yang tak nyata yaitu:
a) Topik imajinasi
Topik ini merupakan topik pembicaraan sebagai hasil rekaan sehingga seolah-olah menjadi benar-benar ada. Topik tersebut pada dasarnya merupakan hasil peniruan dari kenyataan yang telah diketahui / dialami. Contoh:
Konteks : Anak-anak bermain kereta api mainan.
Diva : “Semuanya minggir! Nanti ketabrak, lho!”
Rama : “Minggir! Minggir! Situ ada lho, hitam-hitam!”
Yang dibicarakan pada contoh di atas yaitu naik kereta api-kereta apian. Topic yang dibicarakan itu hanya merupakan hasil pengolahan imajinatif, sehingga seolah-olah mereka naik kereta api sungguhan.

b) Topic tidak berkelanjutan
Topic Ini merupakan topik yang hanya dibicarkan dalam 2 ujaran.
Contoh
Konteks : Seorang anak yang sedang meminta-minta kepada seorang ibu.
Anak : “Bu, nyuwun paring!” (sambil menjulurkan tangannya)
Ibu : “Kecil-kecil sudah minta-minta. Prei dulu, sedang ada tamu.”
Dalam contoh tersebut, pertukara hanya belangsung dalam satu alih tutur. Namun topik dalam contoh di atas hanya bisa dibicarakan dalam 2 ujaran, dengan demikian topik yang dibicarakan di atas tergolong topik tidak berkelanjutan.

c) Topik berkelanjutan
Topik ini merupakan topik yang cukup banyak dikemukakan dalam percakapan sehari-hari. Topik berkelanjutan itu dikembalikan lebih dari 2 ujaran.
Contoh 1 :
Konteks : Melihat gambar Candi Prambanan di kalender.
Nita : “Ini mana?”
Nurul : “Candi Prambanan.”
Nita : “Papanya pernah ke sini, dulu Mbak Ni kecil pernah ke sini.”
Nurul : “Ini Candi kecil.” (sambil menunjuk gambar)
Nita : “Ini Candi besar.” (menunjuk candi yang besar
Nurul : “Candi Borobudur mana?”
Nita : “Disobek Om Ivan.”
Dari cntoh di atas mempunyai topic yang berkaitan erat. Pertukaran itu mengandung pokok pembicaraan yang berkenaan dengan candi. Meskipun mempunyai topic yang berbeda namun kedua pertukaran itu terikat oleh satu pokok pembicaraan yang umum. Sehingga topic tersebut disebut topic wacana bergabungan (incorporating discourse topic)
Contoh 2 :
Adik : “Kakak nanti malam tidur di mana?”
Kakak : (diam tidak menanggapi)
Adik : “Di hotel ya? Aku sudah besar ya, kak? Bisa tidur sendiri
kok.”
Kakak : “kan hanya semalam saja kakak tidur di hotel.”
Topiknya hanya satu yaitu tidur di hotel, yang dibicarakan dalam beberapa ujaran.

Searching