Minggu, 28 Juni 2009

ALIRAN KOPENHAGEN

Ahli bahasa Skandinavia seperti J.N Madvig, A Noreen, H,G Wiwel, O. Jespersen hingga tokoh yang tertua Rasmus Rask serring menujukkan kekhasan dalam mengembangkan teori kebahasaan di setiap kajiannya. Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok para ahli linguistic yang menamakan dirinya Linguistic of Copenhagen. Tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan Hjelmslev. Kedua tokoh tersebut menganut paham dari Saussure yakni mengembangkan teori linguistik yang begitu formal dan abstrak karena kedalaman pelibatan filsafat.

Hjelslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen, karena beliau telah mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori linguistic dan mengembangkan teori yang disebut glosematik. Selain hal tersebut beberapa pemikirannya juga membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yakni bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg memiliki totalitas dan otonominya sendiri. Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu eksternal yang meliputi unsur non linguistic dan struktur internal itu sendiri. Kedua, ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif. Dan terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat diklasifikasikan lagi.

Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, bahasa memiliki 4 strata yang harus dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjelmslev yakni linguistik berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada “system dalam”, dan teori merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.

Analisis merupakanpemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsure dalam berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses dan system. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa articulation.

Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif caranya dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan totalitasnya.

Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal. Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memeberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.

Tidak ada komentar:

Searching