Minggu, 28 Juni 2009

ILMU BAHASA FUNGSIONAL

Dampak aliran Praha sangat nyata, teori-teori lain bermunculan sebagai reaksi atas suatu konsep yang tersaji. Sebenarnya ilmu bahasa fungsional telah muncul saat aliran Praha, tetapi belum berkembang. Dua tokoh yang mengangkat konsep ini ialah Roman Jakobson dan Andre Martinet. Kita tidak bisa lepas dari kedua tokoh ini dalam pengkajian ilmu bahasa fungsional.

Roman Jakobson yang lahir pada tahun 1896 ia berpendapat bahwa bahasa tidak hanya memasukkan unsur-unsur istemewa tetapi juga memasukkan fungsi aktivitas bahasa. Dosen Universitas Brno ini sangat bertolak belakang dengan sajian dari Buhler yang membagi fungsi bahasa. Buhler mengklarifikasikan fungsi bahasa menjadi 3 yaitu ekspresi, himbauan dan representasi acuan. Untuk memperjelas argumennya Buhler memberikan pengelompokkan tanda bahasa yang juga dibagi menjadi 3 yaitu simpton (gejala dalam hubungannya dengan orang yang memakai tanda itu), sinyal (mempunyai kaitan dengan penerima tanda atau pesan), dan simbol (hubungannya dengan yang ditandai atau diungkapkan). Tidak hanya Buhler yang ia sangkal tokoh linguistik Amerika sesudah Saussure pun ia bantah konsepnya, ia berpendapat bahwa tidak akan ada kajian sinkronik tanpa adanya kajian diakronik.

Jakobson sendiri mengelompokkan faktor bahasa dan fungsi bahasa dalam 6 jenis. Faktor bahasa meliputi pembicara, pendengar, konteks, pesan, hubungan dan kode. Sedangkan fungsi bahasa terdiri dari ekspresif, konatif, denotatif, fatik, metalinguistik, dan juga puitik. Mengenai sinkronik ia berujar, bahwa kajian sinkronik itu sendiri berupa dinamis bukan statis.

Selain hal diatas, Jakobson juga meneliti mengenai Perubahan bunyi dapat bersifat nonfonologis yang dapat menghasilkan defonologisasi, fonologisasi dan refonologisasi. Sumbangan pemikirannya yang lain bagi afasia (penyakit kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata karena suatu penyakit otak, yang ia kelompokkan menjadi dua, yakni similarity disorders dan continguity disorders. Yang terakhir ia mengupas 12 ciri oposisi dwimatra yang dia anut yaitu vokalik lawan non-vokalik, konsonantal lawan non-konsonantal, kompak lawan tersebar, tenseness lawan laxness, bersuara lawan tak bersuara, nasal lawan oral, diskontinuous lawan continuant, nyaring lawan merdu, yang dicek lawan tak dicek, grave lawan akut, flat lawan plain, dan sharp lawan plain

Tokoh yang kedua bernama Andre Martinet, yang lahir tahun 1908. Tiga penemuan yang paling penting ialah pada bidang fonologi, paradigmatik dan sintaksis. Dalam fonologi Martinet memusatkan perhatiannya pada aspek khusus fakta fonetik. Untuk menguatkan ciri khas konsepnya ia menyelami fase deskriptif secara murni di mana fonologisasi dan defonologisasi direkam dan mecoba menjelaskan perubahan menurut prinsip umum. Dalam hal tersebut terdapat dua kriteria yang harus diperhatikan yakni efisiensi dalam komunikasi dan kecenderungan dalam upaya minimum.

Tokoh-tokoh sebelumnya sering memperhatikan sintagmatik tapi lain halnya dengan ia yang lebih memfokuskan masalah paradigmatik karena ada kecenderungan untuk mempertahankan oposisi tertentu. Dan dalam bidang sintaksis Martinet memperjelas mengenai perbedaan monem fungsional dengan pengubah serta pandangannya tentang sintaksis dan juga fungsi merupakan makna sentral. Dapat kita tarik kesimpulan bahwa Martinet mempunyai prinsip linguistik terutama berkenaan dengan fungsi bahasa dan dengan fungsi unsur bahasa daripada berurusan dengan bahasa sebagai system unsur atau sebagai struktur unsur.

2 komentar:

kacabiru mengatakan...

nice info tentang ilmu bahasa b^^d

Anonim mengatakan...

Trims infonya, sangat bermanfaat.

Searching